Selasa, 13 Mei 2014

SEMNAS KAK SETO ''BULYING"


Istilah Bullying belum banyak dikenal  masyarakat, terlebih karena belum ada padanan kata  yang tepat dalam bahasa Indonesia (Susanti, 2006). Bullying berasal dari kata bully, menurut kamus Inggris-Indonesia karangan Echols dan Shadily bully diartikan sebagai : “bully /’bulie/ kb. (j. –lies) penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah. –ks. Inf.: baik, bagus, kelas satu, nomor wahid. –kkt. (bullied) menggertak, mengganggu.”Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai masyarakat  untuk menggambarkan fenomena Bullying di antaranya adalah penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, atau intimidasi (Susanti, 2006).
Pengertian bullying memiliki batasan cukup luas, tak sekedar tindak kekerasan fisik belaka. Bullying berasal dari kata ‘bully’, yaitu dari suatu kata yang mengacu pada pengertian adanya ‘ancaman’ yang dilakukan seseorang terhadap orang lain. Selain gangguan fisik, korban bullying juga mengalami gangguan psikis, berupa stres, karena bullying biasanya berlangsung dalam waktu yang lama.
Dengan demikian ,bullying pada hakikatnya adalah “tindakan menggunakan kekuatan ataupun kekuasaan, untuk melukai seseorang ataupun kelompok, secara fisik, mental, serta verbal, sehingga menyebabkan korbannya merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya”. Maka berlangsungnya bentuk kekerasan ini dalam dunia pendidikan yang diakui atau tidak hingga kini masih saja terus terjadi di negeri kita, jelas merupakan pelanggaran Hak Anak secara kasat mata sehingga mesti segera diakhiri.
Pelaku bullying akan mengintimidasi/mengejek kawannya sehingga kawannya tersebut jengkel. Atau lebih parah lagi, korban bullying akan mengalami depresi dan hingga timbul rasa untuk bunuh diri.Bullying harus dihindari karena bullying mengakibatkan korbannya berpikir untuk tidak berangkat ke sekolah karena di sekolahnya ia akan di bully oleh si pelaku. Selain itu, bullying juga dapat menjadikan seorang anak turun prestasinya karena merasa tertekan sering di bully oleh pelaku.
Ada yang menarik dari karakteristik pelaku dan korban Bully. Korban Bully mungkin memiliki karakteristik yang bukan pemberani, memiliki rasa cemas, rasa takut, rendah diri, yang kesemuanya itu (masing- masing atau sekaligus) membuat si anak menjadi korban Bully. Akibat mendapat perlakuan ini, korban pun mungkin sekali menyimpan dendam atas perlakuan yang ia alami.
Anak Menjadi Korban bully, tanda-tanda munculnya keluhan atau perubahan perilaku atau emosi anak akibat stres yang ia hadapi karena mengalami perilaku bullying (anak sebagai korban). Laporan dari guru atau teman atau pengasuh anak mengenai tindakan bullying yang terjadi pada anak
Kata karakter berasal dari kata Yunani, Charassein yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Memppunyai akhlak mulia adalah tidak secara otomatis dimiliki oleh ssetiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan (proses pengukiran). Dalam istilah bahasa Arab karakter ini mirip dengan akhlak (akar kata khuluk), yaitu tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang baik. Al Ghazali menggambarkan bahwa akhlak adalah tingkah laku seseorang yang berasal dari hati yang baik. Oleh karena itu, pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk mmebentuk kebiasaan baik, sehingga sifat anak sudha terukir sejak kecil.
Pendidikan karakter juga dapat diartikan sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri sesama lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.Dalam pendidikan karakter di sekolah, suatu komponen harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana dan prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:
1.                   Karakter cinta Tuhan dan segenap cinta-Nya.
2.                   Kemandirian dan tanggungjawab
3.                   Kejujuran atau amanah, diplomatis.
4.                   Hormat dan santun.
5.                   Dermawan, suka tolong menolong dan gootng royong atau kerjasama.
6.                   Percaya diri dan pekerja keras.
7.                   Kepemimpinan dan keadilan.
8.                   Baik dan rendah hati.
9.                   Toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowning the good, feeling the good, dan acting the good. Knowning the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kogntif saja. Setelah knowning the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebijakan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan itu, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.
Bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, sebaiknya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play groupdan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas yang berhadapan langsung dengan peserta didik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar